Jumat, 26 November 2021

Dalil Tentang tanggung jawab anak laki-laki Menafkahi Orang Tua Setelah Menikah

Buya Hamka

   Pada pemaparan kali ini saya akan memaparkan berbagai dalil dan berapa hadis yang berkaitan dengan hukum seorang laki-laki menafkahi kedua orang tua nya setelah menikah. 


   Perlu kita ketahui bersama bahwa Kehidupan seseorang setelah menikah tentu akan berubah. Kehidupan yang sebelumnya bertumpu pada orang tua, setelah menikah harus menanggung kehidupan sendiri. Bahkan, bagi seorang pria, ia harus menanggung orang lain, yakni istri dan anaknya. Itulah mengapa ada sebagian orang yang mengucapkan “selamat menempuh hidup baru” pada pasangan yang baru menikah. 

    Sebelum kita membahas masalah tanggung jawab seorang laki-laki pada kedua orang tuanya setelah menikah terlebih dahulu akan saya jelaskan berkaitan Tannggung jawab seorang suami kepada anak dan istrinya 

     Bagi seorang pria, menafkahi keluarganya adalah suatu kewajiban. Hal tersebut diwajibkan karena seorang pria adalah pemimpin dari keluarganya. Sebagai seorang pemimpin harus dapat menjadi teladan yang baik bagi keluargnya, mampu melindungi dan mencukupi segala kebutuhan (menafkahi) keluarganya.

 “Kaum lelaki itu adalah pemimpin dan pelindung bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (lelaki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An Nisa: 34) 
Dari Mu’awiyah Al Qusyairi Ra, dia berkata: Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah hak isteri salah seorang dari kami yang menjadi kewajiban suaminya?” Beliau menjawab, ”Engkau memberi makan kepadanya, jika engkau makan. Engkau memberi pakaian kepadanya, jika engkau berpakaian. Janganlah engkau pukul wajahnya, janganlah engkau memburukkannya, dan janganlah engkau meninggalkannya kecuali di dalam rumah”. (HR. Abu Dawud) 

    Dalil-dalil di atas sudah sangat jelas bahwa bagi seorang pria menafkahi keluarganya adalah wajib hukumnya. Lalu bagaimana jika menafkahi orang tua? 

Apakah hukumnya wajib, atau sunah atau yang lainnya?

     Memberi nafkah untuk orang tua tentu saja memiliki nilai kebaikan. Akan tetapi, dalam memberikan nafkah kepada mereka, kita juga perlu melihat kondisi keluarga. Apakah kebutuhan keluarga telah terpenuhi atau belum. Jika dirasa kebutuhan keluarga telah terpenuhi, maka kita dapat memberikan sebagian penghasilan kepada mereka. 

    Dari Jabir bin Abdillah R.a., Rasulullah Saw. bersabda, “Mulailah bershadaqah dengannya untuk dirimu sendiri. Jika masih ada sisanya, maka untuk keluargamu. Jika masih ada sisanya, maka untuk kerabatmu. Dan jika masih ada sisanya, maka untuk orang-orang di sekitarmu.” (H.R. Muslim). 

     Bagi seorang pria (suami) memberi nafkah kepada orang tua hanya merupakan amal saleh dalam rangka berbakti kepada mereka. Adapun bagi seorang wanita (istri) tidak memiliki kewajiban dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan juga orang tuanya. 

   Jika melihat perkembangan saat ini, seorang wanita bekerja layaknya seorang pria bukan lagi hal yang aneh. Hal tersebut dapat dengan mudah kita temui, terlebih di kota-kota besar. Setelah seorang wanita (istri) bekerja, tentu ia akan memiliki penghasilannya sendiri. Dengan begitu, penghasilannya tersebut merupakan hak istri sepenuhnya. Meski istri bekerja atas izin suami, tak ada kewajiban bagi istri meminta izin kepada suami untuk membelanjakan harta yang ia miliki atau bahkan memberikan kepada orang tuanya. 

    Adapun menafkahi orang tua menjadi wajib hukumnya bagi seorang anak (laki-laki atau wanita) dikarenakan beberapa sebab, yaitu: 

1. Kedua Orang Tuanya Miskin Memberikan nafkah kepada orang tua sejatinya adalah bukan merupakan suatu kewajiban, melainkan hanya bernilai kebaikan atau tanda bakti terhadap mereka. Namun, jika orang tuanya miskin dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, maka seorang anak wajib memberikan nafkah untuknya. 

Allah SWT berfirman: “Dan Tuhanmu telah telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (Al Isra’: 23) 

Sebagian ulama juga sepakat terhadap hal ini: Imam Ibnu Qudamah dalam Al Mughni mengatakan, “Para ulama telah berijma’ bahwasanya orang tua yang fakir dan tidak punya penghasilan serta tak punya harta, wajib bagi anaknya memberikan nafkah untuk mereka dari hartanya.” (Al Mughni 11/373).

 2. Kondisi Orang Tua yang Sudah Tidak dapat Bekerja (Lanjut Usia) Apabila orang tua sudah tidak lagi dapat bekerja karena usianya yang semakin tua, maka kita sebagai anak wajib mamberikan nafkah kepadanya. 

Karena tentu saja jika orang tua tidak lagi berpenghasilan, maka dari mana mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya? Orang yang paling pantas untuk mengurus segala kebutuhan mereka tidak lain adalah anaknya sendiri. 

Imam al-Dardir mengatakan, “(Wajib memberikan nafkah) jika orang tua itu tidak mampu lagi berusaha atau bekerja, dan jika tidak begitu (jika orang tua tidak dalam keadaan miskin dan tidak mampu bekerja) maka tidak ada kewajiban bagi anaknya untuk menafkahi. Dan kedua orang tuanya itu dipaksa untuk bekerja, dan ini pendapat yang muktamad (dipegang).” (Hasyiyah Al-Dusuqi ‘ala Syarh Al-Kabir 2/522). 

3. Kondisi Anak yang Berkecukupan Sudah sangat wajar bagi seorang anak berbakti kepada orang tuanya. Bahkan hal tersebut merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanankan seorang anak terhadap orang tuanya. Terlebih jika anak tersebut memiliki harta yang berkecukupan. Maka anak tersebut wajib menafkahi orang tuanya. Karena hal tersebut adalah merupakan tanda bakti kepada orang tuanya.

 Allah SWT berfirman: “Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah, “Wahai Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil.” (QS. Al Isra: 24)

 4. Memiliki Harta yang Berlebih Setelah Mencukupi Keluarganya Hampir sama dengan poin ke tiga. Akan tetapi, pada poin ini lebih ditekankan bagi anak yang memiliki harta melimpah, tidak hanya sekedar “cukup” untuk menafkahi keluarganya​ saja.

     Para ulama Al-Hanafiyyah, Asy-Syafi’iyyah dan Al-Hanabilah telah bersepakat bahwa wajib hukumya bagi seorang anak untuk menafkahi orang tuanya sedang dia masih memiliki kelebihan setelah mencukupi keluarganya.

       Imam Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Kafi fi Fiqh Al-Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Bahwa sang anak yang wajib menafkahi orang tuanya ini mempunyai nafkah yang lebih setelah ia menafkahi dirinya dan istrinya.” 

    Tanggungjawab seorang pria (suami) memang terbilang berat untuk keluarganya. Namun, janganlah pernah takut untuk menjalaninya. Karena Allah SWT pasti akan mencukupi segala kebutuhan kalian, jika kalian senantiasa selalu berusaha dan memohon kepada-Nya. Apabila suami memiliki pengahasilan lebih yang dapat memenuhi dan menafkahi istri, anak dan orang tuanya, maka menafkahi ketiganya adalah merupakan sebuah kewajiban. Dan apabila suami hanya berpenghasilan pas-pasan, maka yang harus didahului adalah menafkahi istri dan anaknya. 

     Jadi, dapat disimpulkan bahwa menafkahi orang tua setelah menikah hukumnya adalah tidak wajib. Karena kewajiban utama seorang pria (suami) adalah untuk menafkahi keluarganya (istri dan anaknya). Akan tetapi, jika memiliki orang tua dengan kondisi seperti yang dipaparkan di atas, maka wajib hukumnya seorang anak untuk menafkahi orang tua. 

        Demikian penjelasan dari saya yang saya ambil dari berbgai sumber terkait Hukum Menafkahi Orang Tua Setelah Menikah. semoga bermanfaat bagi para pembaca terima kasih
Wassalamualaikum wr wb

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Dalil Tentang tanggung jawab anak laki-laki Menafkahi Orang Tua Setelah Menikah

0 komentar:

Posting Komentar