SALINAN
MENTERI
DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI DESA,
PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015
TENTANG
PEDOMAN TATA TERTIB DAN MEKANISME PENGAMBILAN KEPUTUSAN MUSYAWARAH DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :  bahwa  untuk  melaksanakan  ketentuan  Pasal  80  ayat  (5) Peraturan Pemerintah   Nomor   43   Tahun   2014   tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.
Mengingat     :  1. Undang-Undang  Nomor  6  Tahun  2014  tentang  Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5495);
2. Peraturan   Pemerintah   Republik   Indonesia   Nomor   43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 6  Tahun 2014 tentang  Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia Nomor
5539);
3. Peraturan   Pemerintah   Republik   Indonesia   Nomor   60
Tahun  2014  tentang  Dana  Desa  yang  Bersumber  dari
Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja  Negara  (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia Nomor
5558);
4. Peraturan   Presiden   Nomor   12   Tahun   2015   tentang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi   (Lembaran      Negara   Republik   Indonesia Tahun 2015 Nomor 13);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :  PERATURAN  MENTERI  DESA,  PEMBANGUNAN  DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI TENTANG PEDOMAN TATA  TERTIB  DAN  MEKANISME  PENGAMBILAN KEPUTUSAN MUSYAWARAH DESA. 
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.  Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Musyawarah   Desa   atau   yang   disebut   dengan   nama   lain   adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan
unsur  masyarakat  yang  diselenggarakan  oleh  Badan  Permusyawaratan
Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
3. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
4.  Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
5. Kesepakatan  Musyawarah  Desa  adalah  suatu  hasil  keputusan  dari Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara kesepakatan Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa.
Pasal 2
(1)  Musyawarah   Desa   atau   yang   disebut   dengan   nama   lain   adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
(2)  Hal yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penataan Desa;
b. perencanaan Desa;
c. kerja sama Desa;
d. rencana investasi yang masuk ke Desa;
e. pembentukan BUM Desa;
f. penambahan dan pelepasan aset Desa; dan
g. kejadian luar biasa.
(3)  Musyawarah Desa diselenggarakan paling lambat satu kali dalam 1 (satu)
tahun atau sesuai kebutuhan.
Pasal 3
(1) Musyawarah  Desa  diselenggarakan  secara  partisipatif,  demokratis, transparan dan akuntabel dengan berdasarkan kepada hak dan kewajiban masyarakat.
(2)  Hak masyarakat dalam penyelenggaraan Musyawarah Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. mendapatkan  informasi  secara  lengkap  dan  benar  perihal  hal-hal bersifat strategis yang akan dibahas dalam Musyawarah Desa;
b. mengawasi   kegiatan   penyelenggaraan   Musyawarah   Desa   maupun tindaklanjut hasil keputusan Musyawarah Desa; 
c. mendapatkan perlakuan sama dan adil bagi unsur masyarakat yang hadir sebagai peserta Musyawarah Desa;
d. mendapatkan kesempatan secara sama dan adil dalam menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab perihal hal-hal yang bersifat strategis selama berlangsungnya Musyawarah Desa.
e. menerima pengayoman dan perlindungan dari gangguan, ancaman dan
tekanan selama berlangsungnya Musyawarah Desa.
(3)  Kewajiban    masyarakat    dalam    peyelenggaraan    Musyawarah    Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. mendorong   gerakan   swadaya   gotong   royong   dalam   penyusunan kebijakan publik melalui Musyawarah Desa;
b. mempersiapkan  diri  untuk  berdaya  dalam  menyampaikan  aspirasi, pandangan dan kepentingan berkaitan hal-hal yang bersifat strategis;
c. mendorong  terciptanya  kegiatan  penyelenggaraan  Musyawarah  Desa
secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel;
d. mendorong  terciptanya  situasi  yang  aman,  nyaman,  dan  tenteram
selama proses berlangsungnya Musyawarah Desa;
e. melaksanakan   nilai-nilai   permusyawaratan,   permufakatan   proses kekeluargaan, dan kegotong-royongan dalam pengambilan keputusan
perihal kebijakan publik.
Pasal 4
(1) Dalam  rangka  penyelenggaraan  Musyawarah  Desa,  masyarakat  Desa, Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa didampingi oleh pemerintah daerah kabupaten/kota yang secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota, tenaga pendamping profesional,  kader  pemberdayaan  masyarakat  Desa,  dan/atau  pihak ketiga.
(2)   Camat   atau   sebutan   lain   melakukan   koordinasi   pendampingan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di wilayahnya.
BAB II
TATA TERTIB MUSYAWARAH DESA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Musyawarah Desa diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa.
(2)    Musyawarah  Desa  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  diikuti  oleh
Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan unsur masyarakat. (3)    Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas :
a. tokoh adat;
b. tokoh agama;
c. tokoh masyarakat;
d. tokoh pendidik;
e. perwakilan kelompok tani;
f. perwakilan kelompok nelayan;
g. perwakilan kelompok perajin;
h. perwakilan kelompok perempuan;
i. perwakilan kelompok pemerhati dan perlindungan anak; dan j. perwakilan kelompok masyarakat miskin. 
(4) Selain   unsur   masyarakat   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (3), Musyawarah  Desa  dapat  melibatkan  unsur  masyarakat  lain  sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat.
(5)    Setiap  unsur  masyarakat  yang  menjadi  peserta  Musyawarah  Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4), melakukan pemetaan aspirasi dan kebutuhan kelompok masyarakat yang diwakilinya sebagai bahan yang akan dibawa pada forum Musyawarah Desa.
Bagian Kedua
Tata Cara Penyiapan Musyawarah Desa
Paragraf 1
Perencanaan Kegiatan
Pasal 6
(1) Badan    Permusyawaratan    Desa    bersama    dengan    Kepala    Desa mempersiapkan rencana Musyawarah Desa dalam dua bentuk yaitu:
a. Musyawarah Desa terencana;
b. Musyawarah Desa mendadak;
(2) Musyawarah Desa terencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a  dipersiapkan  Badan  Permusyawaratan  Desa  pada  tahun  anggaran
sebelumnya.
(3)    Perencanaan pada tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi rencana kegiatan beserta Rencana Anggaran Biaya
(RAB).
(4)    Rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. pemetaan aspirasi dan kebutuhan masyarakat;
b. panitia;
c.  jadwal kegiatan;
d. tempat penyelenggaraan;
e.  sarana/prasarana pendukung;
f.  media pembahasan;
g. peserta, undangan dan pendamping; dan h. pengolahan hasil Musyawarah Desa.
(5) Rencana kegiatan dan RAB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan mengutamakan   swadaya   gotong   royong   dan   penghematan keuangan Desa.
(6) Penghematan  keuangan  Desa  sebagai  dimaksud  pada  ayat  (5)  dapat dilakukan dengan cara menggabungkan pembahasan tentang beberapa
hal yang bersifat strategis di dalam sebuah Musyawarah Desa.
Pasal 7
(1) Panitia Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) diketuai oleh Sekretaris   Badan Permusyawaratan Desa serta dibantu oleh anggota  Badan  Permusyawaratan  Desa,  Kader  Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), unsur masyarakat, dan perangkat Desa.
(2)    Keanggotaan panitia Musyawarah Desa bersifat sukarela.
(3) Susunan  kepanitiaan  Musyawarah  Desa  disesuaikan  dengan  kondisi sosial budaya masyarakat. 
Pasal 8
(1)    Jadwal kegiatan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (4) disusun berdasarkan ketentuan sebagai berikut :
a. dapat diselenggarakan pada hari kerja maupun di luar hari kerja;
b. dapat diselenggarakan pada siang hari maupun malam hari; dan
c.  tidak   diselenggarakan   pada   hari   raya   keagamaan   dan   hari
kemerdekaan.
(2) Penentuan rencana jadwal kegiatan sesuai dengan kondisi obyektif Desa dan sosial budaya masyarakat.
Pasal 9
(1) Tempat  penyelenggaraan  Musyawarah  Desa  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 6 pada ayat (4) dapat berupa gedung balai Desa, gedung pertemuan milik Desa, lapangan Desa, rumah warga Desa dan/atau gedung sekolah yang ada di Desa, atau tempat lainnya yang layak.
(2)    Tempat  penyelenggaraan  Musyawarah  Desa  harus  berada  di  wilayah
Desa.
(3)    Tempat penyelenggaraan Musyawarah Desa disesuaikan dengan kondisi
obyektif Desa dan kondisi sosial budaya masyarakat.
Pasal 10
(1) Sarana/prasana pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dapat berupa kendaraan transportasi peserta, konsumsi dan alat konsumsi, meja/kursi, tenda, pengeras suara, papan tulis, alat tulis kantor (ATK).
(2) Sarana/prasana Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan melalui  swadaya  gotong  royong  dengan  mengutamakan pendayagunaan  sarana/prasarana  yang  sudah  ada  di  Desa  sesuai dengan kondisi obyektif Desa dan sosial budaya masyarakat.
(3)    Dalam  hal  pendayagunaan  sarana/prasarana  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (2)  tidak  dapat  dilakukan  secara  swadaya  gotong  royong, Badan Permusyawaratan Desa meminta Pemerintah Desa untuk menyediakan pembiayaan.
Pasal 11
(1) Badan Permusyawaratan Desa dengan difasilitasi oleh Pemerintah Desa mempersiapkan Musyawarah   Desa  yang  tak  terduga   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 pada tahun anggaran berjalan sesuai dengan kondisi obyektif sebagai penyebab diadakannya Musyawarah Desa.
(2)    Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan rapat anggota untuk
membahas dan menetapkan:
a. status urusan Desa termasuk hal yang bersifat strategis; dan
b. rencana kegiatan dan RAB.
(3) Ketentuan    mengenai    sarana/prasarana    pendukung    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 10 berlaku secara mutatis
mutandis terhadap penyelenggaraan musyawarah mendadak. 
Paragraf 2
Penyusunan Bahan Pembahasan
Pasal 12
(1) Badan    Permusyawaratan    Desa    mempersiapkan    penyelenggaraan Musyawarah Desa berdasarkan rencana kegiatan dan RAB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan/atau Pasal 9.
(2)    Badan Permusyawaratan Desa menyampaikan surat kepada Pemerintah
Desa perihal fasilitasi penyelenggaraan Musyawarah Desa yang meliputi :
a. penyiapan  bahan  pembahasan  tentang  hal  bersifat  strategis  yang akan dibahas dalam Musyawarah Desa; dan
b. penyiapan biaya penyelenggaraan Musyawarah Desa.
(3) Badan  Permusyawaratan  Desa  melakukan  penyebarluasan  informasi kepada masyarakat Desa perihal hal strategis yang akan dibahas dalam
Musyawarah Desa.
Pasal 13
(1) Badan   Permusyawaratan   Desa   melakukan   pemetaan   aspirasi   dan kebutuhan masyarakat mengenai hal strategis yang akan dibahas dalam Musyawarah Desa.
(2)    Berdasarkan masukan aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan rapat anggota untuk merumuskan pandangan resmi Badan Permusyawaratan Desa.
(3) Pandangan resmi Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam berita acara tentang hasil rapat anggota Badan Permusyawaratan Desa.
(4) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi pandangan resmi  Badan  Permusyawaratan  Desa  dalam  pembahasan  tentang  hal yang bersifat strategis di Musyawarah Desa.
Pasal 14
(1) Pemerintah   Desa   memfasilitasi   penyelenggaraan   Musyawarah   Desa dengan mempersiapkan  bahan  pembahasan  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).
(2)    Bahan  pembahasan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  disusun
dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku, kebijakan pemerintah daerah kabupaten/kota, kondisi obyektif Desa dan aspirasi masyarakat Desa.
(3) Bahan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dalam rangka mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.
(4) Dalam  menyiapkan  bahan  pembahasan  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1), Pemerintah Desa dapat membentuk tim dan berkonsultasi dengan pakar atau tenaga ahli dan/atau Pemerintah Daerah.
(5)    Bahan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
Kepala Desa kepada Badan Permusyawaratan Desa. 
Paragraf 3
Pembentukan dan Penetapan Panitia
Pasal 15
(1) Badan  Permusyawaratan  Desa  membentuk  dan  menetapkan  panitia Musyawarah Desa berdasarkan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan/atau Pasal 9.
(2)    Penetapan panitia Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) melalui surat keputusan ketua Badan Permusyawaratan Desa yang
berlaku untuk waktu satu (1) tahun atau sesuai kebutuhan.
Paragraf 4
Penyiapan Jadwal Kegiatan, Tempat dan Sarana/Prasarana
Pasal 16
(1) Panitia Musyawarah Desa mempersiapkan jadwal kegiatan, tempat dan sarana/prasarana Musyawarah  Desa  berdasarkan  rencana  kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan/atau Pasal 9.
(4) Badan Permusyawaratan Desa dapat mengubah rencana jadwal kegiatan, tempat dan sarana/prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan tetap berdasarkan swadaya gotong royong dan tanpa menambah jumlah biaya penyelenggaraan kegiatan Musyawarah Desa yang sudah disiapkan Pemerintah Desa.
Paragraf 5
Penyiapan Dana
Pasal 17
(1) Pemerintah Desa memfasilitasi Musyawarah Desa dengan menyediakan dana penyelenggaraan kegiatan Musyawarah Desa.
(2) Penyediaan   dana   penyelenggaraan   Musyawarah   Desa   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan RAB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan/atau Pasal 9.
(3)    Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) yang terdiri atas :
a. pendanaan rutin; dan
b. pendanaan tak terduga.
(4)    Pendanaan rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a telah
direncanakan dan dipersiapkan oleh Kepala Desa pada tahun anggaran sebelumnya melalui mekanisme penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa).
(5) Pendanaan tak terduga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b direncanakan paling lambat 1 (satu) minggu terhitung sebelum hari dan tanggal pelaksanaan Musyawarah Desa.
(6) Kepala   Desa   membebankan   pendanaan   tak   terduga   sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam dana cadangan APBDesa.
Pasal 18
(1) Pendanaan  penyelenggaraan  Musyawarah  Desa  menjadi  bagian  yang tidak  terpisahkan  dari  belanja  operasional  Badan  Permusyawaratan Desa. 
(2) Pelaporan  dan  pertanggungjawaban  pengunaan  dana penyelenggaraan rapat diatur sesuai dengan aturan perundang-undangan perihal Badan Permusyawaratan Desa.
Paragraf 6
Penyiapan Susunan Acara dan Media Pembahasan
Pasal 19
(1) Panitia  Musyawarah  Desa  mempersiapkan  susunan  acara  dan  media pembahasan berdasarkan    dokumen    bahan    pembahasan    yang dipersiapkan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan dokumen   pandangan   resmi   Badan   Permusyawaratan   Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
(2)    Penyiapan  media  pembahasan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dapat berupa antara lain : penggandaan dokumen, penyiapan ringkasan materi, pembuatan media tayang, dan menuangkan materi pembahasan melalui media pertunjukan seni budaya.
(3) Media pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun secara swadaya gotong  royong  dan  sesuai  dengan  kondisi  sosial  budaya
masyarakat.
Paragraf 7
Pengundangan Peserta, Undangan, dan Pendamping
Pasal 20
(1) Peserta   Musyawarah   Desa   berasal   dari   Pemerintah   Desa,   Badan Permusyawaratan Desa, dan unsur masyarakat Desa yang diundang secara resmi sebagai peserta Musyawarah Desa.
(2)    Undangan adalah mereka yang bukan warga Desa yang hadir dalam
Musyawarah Desa atas undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa. (3)    Pendamping berasal dari satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota,
camat, tenaga pendamping profesional, dan/atau pihak ketiga yang hadir dalam Musyawarah Desa atas undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa.
Pasal 21
(1) Panitia Musyawarah Desa menetapkan jumlah peserta, undangan dan pendamping Musyawarah Desa berdasarkan rencana kegiatan dan RAB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan/atau Pasal 9.
(2)    Panitia  Musyawarah  Desa  melakukan  registrasi  peserta  Musyawarah
Desa yang terdiri dari Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa,
dan unsur masyarakat.
(3)    Unsur  masyarakat  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  diutamakan
yang berkepentingan langsung dengan materi Musyawarah Desa.
Pasal 22
(1)    Panitia    Musyawarah    Desa    mempersiapkan    undangan    peserta
Musyawarah Desa secara resmi dan secara tidak resmi.
(2) Undangan resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada unsur masyarakat secara perseorangan dan/atau kelompok masyarakat
dengan dibubuhi tanda tangan Sekretaris Badan Permusyawaratan Desa selaku ketua panitia Musyawarah Desa. 
(3) Undangan tidak resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan secara terbuka melalui media komunikasi yang ada di Desa, seperti : pengeras suara di masjid, papan mengumuman, pesan singkat melalui telepon seluler, surat elektronik (e-mail), situs laman (website) Desa.
(4) Badan Permusyawaratan Desa menyampaikan undangan Musyawarah Desa paling lambat 2 (dua) minggu terhitung sebelum hari dan tanggal penyelenggaraan Musyawarah Desa.
Pasal 23
(1) Musyawarah  Desa  terbuka  untuk  umum  dan  tidak  bersifat  rahasia, setiap  warga  Desa  berhak  untuk  hadir  sebagai  peserta  Musyawarah Desa.
(2) Warga  Desa  yang  mendapat  informasi  undangan  secara  tidak  resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dan berkehendak hadir
sebagai peserta, yang bersangkutan harus mendaftarkan diri kepada panitia Musyawarah Desa paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sebelum hari dan tanggal penyelenggaraan Musyawarah Desa.
(3)    Warga  Desa  sebagai  peserta  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)
memiliki hak suara yang sama dengan warga Desa yang diundang secara
resmi dalam pengambilan keputusan.
(4)    Warga   Desa   yang   hadir   dalam   Musyawarah   Desa   tetapi   tidak
memberitahukan kehadirannya kepada panitia Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terhadap yang bersangkutan tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan.
(5) Dalam  hal  jumlah  peserta  melebihi  rencana  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan berdampak pada masalah pembiayaan, panitia Musyawarah Desa menggalang dukungan warga Desa untuk berswadaya gotong     royong     memberikan     sumbangan     biaya penyelenggaraan Musyawarah Desa.
Pasal 24
(1) Kepala Desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa dan perangkat Desa berhalangan hadir harus memberitahukan ketidakhadirannya dengan alasan yang benar.
(2) Dalam hal Kepala Desa berhalangan diwakilkan kepada Sekretaris Desa atau Perangkat Desa yang ditunjuk secara tertulis.
(3) Ketidakhadiran Kepala Desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa dan perangkat Desa   diinformasikan   secara   terbuka   kepada   peserta Musyawarah Desa.
Bagian Ketiga
Tata Cara Penyelenggaraan Musyawarah Desa
Paragraf 1
Pimpinan, Sekretaris dan Pemandu Acara Musyawarah Desa
Pasal 25
(1)    Ketua   Badan   Permusyawaratan   Desa   bertindak   selaku   pimpinan
Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1).
(2) Anggota  BPD,  unsur  masyarakat  dan/atau  KPMD  yang  merupakan bagian dari  panitia  Musyawarah  Desa  bertindak  selaku  sekretaris
Musyawarah Desa. 
(3) Anggota  BPD,  unsur  masyarakat  dan/atau  KPMD  yang  merupakan bagian dari panitia Musyawarah Desa bertindak selaku pemandu acara Musyawarah Desa.
(4)    Dalam  hal  Ketua  Badan  Permusyawaratan  Desa  selaku  pimpinan
Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) berhalangan hadir, posisi pimpinan Musyawarah Desa dapat digantikan oleh wakil ketua atau anggota Badan Permusyawaratan Desa lainnya.
(5) Dalam  hal  Ketua  Badan  Permusyawaratan  Desa  berhalangan  hadir, harus  memberitahukan  ketidakhadirannya dengan alasan  yang benar untuk selanjutnya diinformasikan kepada peserta Musyawarah Desa.
Paragraf 2
Pendaftaraan Peserta
Pasal 26
(1) Peserta    yang    hadir    dalam    kegiatan    Musyawarah    Desa    harus menandatangani daftar hadir yang telah disiapkan panitia.
(2)   Musyawarah  Desa  dimulai  dan  dibuka  oleh  pimpinan  musyawarah
apabila daftar hadir telah ditandatangani oleh 2/3 dari jumlah undangan
yang telah ditetapkan sebagai peserta Musyawarah Desa.
(3) Peserta Musyawarah Desa yang telah menandatangani daftar hadir dapat meninggalkan tempat    musyawarah    berdasarkan    izin    pimpinan
musyawarah dan tidak mengganggu jalannya musyawarah.
Paragraf 3
Penjelasan Susunan Acara
Pasal 27
(1) Sekretaris   Badan   Permusyawaratan   Desa   selaku   ketua   panitia Musyawarah Desa membacakan susunan acara sebelum Musyawarah Desa dipimpin oleh pimpinan Musyawarah Desa.
(2) Sekretaris Badan Permusyawaratan Desa meminta persetujuan seluruh peserta yang hadir perihal susunan acara.
(3)    Peserta  musyawarah  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  berhak
mengajukan keberatan dan usulan perbaikan.
(4)    Dalam  hal  susunan  acara  Musyawarah  Desa  sebagaimana  dimaksud
pada ayat (1) telah disetujui oleh peserta Musyawarah Desa, maka musyawarah dilanjutkan dengan dipimpin oleh pimpinan Musyawarah Desa.
Paragraf 4
Penundaan Kegiatan
Pasal 28
(1) Pimpinan Musyawarah Desa harus melakukan penundaan acara apabila jumlah peserta   Musyawarah   Desa   yang   ditentukan   sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tercapai atau terpenuhi sampai dengan batas waktu untuk dilakukan pembukaan Musyawarah Desa.
(2) Pimpinan Musyawarah Desa mengumumkan pengunduran waktu paling lama 3 (tiga) jam.
(3)    Jika  waktu  pengunduran  sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah
berakhir dan peserta Musyawarah Desa yang hadir belum memenuhi ketentuan,  pimpinan  Musyawarah  Desa  meminta  pertimbangan  dari 
kepala desa atau pejabat yang mewakili, tokoh masyarakat dan unsur pendamping desa yang hadir.
(4) Berdasarkan   pertimbangan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (3), pimpinan musyawarah    menentukan    waktu    untuk    mengadakan musyawarah berikutnya selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah waktu musyawarah pertama.
(5)    Dalam hal setelah dilakukan penundaaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) penyelenggaraan Musyawarah Desa yang kedua tetap dihadiri peserta  yang  tidak  mencapai  ketentuan,  pimpinan  Musyawarah  Desa tetap melanjutkan kegiatan Musyawarah Desa dengan dihadiri oleh peserta yang ada.
Paragraf 5
Penjelasan Materi Pembicaraan
Pasal 29
(1) Dalam rangka penyampaian pemberian informasi secara lengkap kepada peserta Musyawarah Desa, pimpinan Musyawarah Desa melakukan hal sebagai berikut:
a. meminta  Pemerintah  Desa  untuk  menjelaskan  pokok  pembicaraan dan/atau pokok permasalahan yang akan dibahas berdasarkan bahan pembahasan yang sudah disiapkan;
b. meminta    Badan    Permusyawaratan    Desa    untuk    menjelaskan pandangan resmi terhadap hal yang bersifat strategis;
c.  meminta unsur pemerintah daerah/kabupaten kota yang hadir untuk menjelaskan pandangan resmi terhadap hal yang bersifat strategis;
d. meminta pihak-pihak dari luar desa yang terkait dengan materi yang
sedang   dimusyawarahkan   untuk   menyampaikan   secara   resmi kepentingan dan agendanya terhadap hal yang bersifat strategis.
(2)    Penyampaikan  informasi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dapat
dilakukan dengan mendayagunakan media pembahasan yang disiapkan panitia Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
Paragraf 6
Tata Cara Permusyawaratan
Pasal 30
(1) Pimpinan  Musyawarah  Desa  menjaga  agar  permusyawaratan  Desa berjalan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan tentang Tata Tertib Musyawarah Desa.
(2)    Pimpinan   Musyawarah   Desa   hanya   berbicara   selaku   pimpinan
musyawarah untuk menjelaskan masalah yang menjadi pembicaraan, menunjukkan duduk persoalan yang sebenarnya, mengembalikan pembicaraan kepada pokok persoalan, dan menyimpulkan pembicaraan peserta musyawarah.
(3)    Dalam hal pimpinan Musyawarah Desa hendak berbicara selaku peserta
musyawarah,   untuk   sementara   pimpinan   musyawarah   diserahkan kepada wakil ketua atau anggota Badan Permusyawaratan Desa.
(4) Pimpinan  yang  hendak  berbicara  selaku  peserta  Musyawarah  Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berpindah dari tempat pimpinan ke tempat peserta musyawarah. 
Pasal 31
(1) Peserta  Musyawarah  Desa  tidak  boleh  diganggu  selama  berbicara menyampaikan aspirasi.
(2)    Pimpinan  Musyawarah  Desa  dapat  memperpanjang  dan  menentukan
lamanya perpanjangan waktu peserta yang berbicara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pimpinan Musyawarah Desa memperingatkan dan meminta peserta yang berbicara untuk  mengakhiri  pembicaraan  apabila  melampaui  batas waktu yang telah ditentukan.
Pasal 32
(1) Pimpinan  Musyawarah  Desa  tidak  dapat  memberikan  kesempatan kepada peserta musyawarah yang melakukan interupsi untuk meminta penjelasan tentang duduk persoalan sebenarnya mengenai hal stratgeis yang sedang dibicarakan.
(2)    Peserta musyawarah yang sependapat dan/atau berkeberatan dengan
pendapat pembicara yang sedang menyampaikan aspiranya dapat mengajukan aspirasinya setelah diberi kesempatan oleh pimpinan Musyawarah Desa.
(3) Pimpinan Musyawarah Desa harus memberikan kesempatan berbicara kepada pihak  yang  sependapat  maupun  pihak  yang  berkeberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 33
(1) Pembicara dalam mengajukan aspirasinya tidak boleh menyimpang dari pokok pembicaraan tentang hal yang bersifat strategis.
(2)    Apabila peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut pendapat
pimpinan  Musyawarah  Desa  menyimpang  dari  pokok  pembicaraan,
kepada yang bersangkutan oleh pimpinan Musyawarah Desa diberi peringatan dan diminta supaya pembicara kembali kepada pokok pembicaraan.
Pasal 34
(1) Pimpinan    Musyawarah    Desa    memperingatkan    pembicara    yang menggunakan kata  yang  tidak  layak,  melakukan  perbuatan  yang mengganggu ketertiban acara musyawarah, atau menganjurkan peserta lain untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
(2) Pimpinan   Musyawarah   Desa   meminta   agar   yang   bersangkutan menghentikan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau memberikan kesempatan kepadanya untuk menarik kembali kata yang tidak layak dan menghentikan perbuatannya.
(3)    Dalam  hal  pembicara  memenuhi  permintaan  pimpinan  Musyawarah
Desa, kata yang tidak layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak pernah diucapkan dan tidak dimuat dalam risalah atau catatan Musyawarah Desa.
Pasal 35
(1) Dalam   hal   pembicara   tidak   memenuhi   peringatan   sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  33,  pimpinan  Musyawarah  Desa  melarang pembicara meneruskan pembicaraan dan perbuatannya. 
(2) Dalam hal larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih juga tidak diindahkan oleh pembicara, pimpinan Musyawarah Desa meminta kepada yang bersangkutan meninggalkan Musyawarah Desa.
(3)    Dalam   hal   pembicara   tersebut   tidak   mengindahkan   permintaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pembicara tersebut dikeluarkan dengan paksa dari ruang Musyawarah Desa atas perintah pimpinan Musyawarah Desa.
(4) Ruang Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah ruangan yang dipergunakan untuk bermusyawarah, termasuk ruangan untuk undangan dan pendamping.
Pasal 36
(1) Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda Musyawarah Desa apabila berpendapat bahwa acara Musyawarah Desa tidak mungkin dilanjutkan karena terjadi peristiwa yang yang mengganggu ketertiban Musyawarah Desa   atau   perbuatan   yang   menganjurkan   peserta Musyawarah Desa untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum.
(2)    Dalam  hal  kejadian  luar  biasa,  Pimpinan  Musyawarah  Desa  dapat
menutup atau menunda acara Musyawarah Desa yang sedang berlangsung  dengan  meminta  persetujuan  dari  peserta  Musyawarah Desa.
(3)    Lama penundaan Musyawarah Desa, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh empat) jam.
Paragraf 7
Pendamping Desa
Pasal 37
(1) Pimpinan  Musyawarah  Desa  dapat  meminta  pendamping  Desa  yang berasal dari    satuan    kerja    prangkat    daerah    kabupaten/kota, pendamping profesional   dan/atau   pihak   ketiga   untuk   membantu memfasilitasi jalannya Musyawarah Desa.
(2)    Pendamping Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki
hak untuk berbicara yang bersifat memutuskan sebuah kebijakan publik terkait hal strategis yang sedang dimusyawarahkan.
(3)    Pendamping Desa melakukan tugas untuk :
a.  memberikan  informasi  yang  benar  dan  lengkap  tentang  pokok pembicaraan;
b.  mengklarifikasi  arah  pembicaraan  dalam  Musyawarah  Desa  yang sudah menyimpang dari pokok pembicaraan;
c.  membantu mencarikan jalan keluar; dan
d.  mencegah  terjadinya  konflik  dan  pertentangan  antarpeserta  yang dapat berakibat pada tindakan melawan hukum.
Paragraf 7
Undangan, Peninjau dan Wartawan
Pasal 38 (1)   Undangan Musyawarah Desa adalah:
a.  mereka yang bukan warga  Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa
atas  undangan  Ketua  Badan  Permusyawaratan  Desa  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2); dan 
b.  anggota masyarakat Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas undangan tidak resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) tetapi tidak mendaftar diri kepada panitia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2).
(2) Undangan dapat berbicara dalam Musyawarah Desa atas persetujuan pimpinan Musyawarah Desa, tetapi tidak mempunyai hak suara dalam pengambilan keputusan Musyawarah Desa.
(3)    Undangan disediakan tempat tersendiri.
(4)    Undangan harus menaati tata tertib Musyawarah Desa.
Pasal 39
(1)    Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Musyawarah
Desa tanpa undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa.
(2)    Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara, hak bicara, dan
tidak  boleh  menyatakan  sesuatu,  baik  dengan  perkataan  maupun perbuatan.
(3)    Peninjau  dan  wartawan  mendaftarkan  kehadiran  dalam  Musyawarah
Desa melalui panitia Musyawarah Desa.
(4)    Peninjau dan wartawan membawa bukti pendaftaran kehadiran dalam
Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5)    Peninjau menempati tempat yang sama dengan undangan. (6)    Wartawan menempati tempat yang disediakan.
(7)    Peninjau dan wartawan harus menaati tata tertib Musyawarah Desa.
Pasal 40
(1)    Pimpinan   Musyawarah   Desa   menjaga   agar   ketentuan   tata   tertib musyawarah tetap dipatuhi oleh undangan, peninjau dan wartawan.
(2)    Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta agar undangan, peninjau,
dan/atau  wartawan  yang  mengganggu  ketertiban  Musyawarah  Desa
meninggalkan ruang musyawarah dan apabila permintaan itu tidak diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa dari ruang musyawarah atas perintah pimpinan Musyawarah Desa.
(3) Pimpinan  Musyawarah  Desa  dapat  menutup  atau  menunda  acara musyawarah apabila terjadi peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).
(4)    Lamanya penundaan acara musyawarah, sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh empat) jam.
Paragraf 8
Risalah, Catatan dan Laporan Singkat
Pasal 41
(1) Sekretaris Musyawarah Desa bertugas untuk menyusun risalah, catatan dan laporan singkat Musyawarah Desa.
(2)    Risalah adalah catatan Musyawarah Desa yang dibuat secara lengkap
dan   berisi   seluruh   jalannya   pembicaraan   yang   dilakukan   dalam
pembahasan serta dilengkapi dengan catatan tentang:
a. hal-hal strategis yang dibahas;
b. hari dan tanggal Musyawarah Desa;
c.  tempat Musyawarah Desa;
d. acara Musyawarah Desa;
e.  waktu pembukaan dan penutupan Musyawarah Desa;
f.  pimpinan dan sekretaris Musyawarah Desa; 
g.  jumlah dan nama peserta Musyawarah Desa yang menandatangani daftar hadir; dan
h. undangan yang hadir.
Pasal 42
(1) Sekretaris Musyawarah Desa menyusun risalah untuk dibagikan kepada anggota dan pihak yang bersangkutan setelah acara Musyawarah Desa selesai.
(2)    Risalah   Musyawarah   Desa   terbuka   dipublikasikan   melalui   media
komunikasi yang ada di desa agar diketahui oleh seluruh masyarakat desa.
Pasal 43
(1) Sekretaris Musyawarah Desa dengan dibantu tim perumus menyusun catatan (notulensi) dan laporan singkat yang ditandangani pimpinan atau sekretaris atas nama pimpinan Musyawarah Desa yang bersangkutan.
(2) Catatan (notulensi) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah catatan yang  memuat  pokok  pembicaraan,  kesimpulan,  dan/atau  keputusan
yang dihasilkan dalam Musyawarah Desa serta dilengkapi dengan risalah musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42.
(3)    Laporan   singkat   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   memuat
kesimpulan dan/atau keputusan Musyawarah Desa.
(4)    Tim perumus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari peserta
Musyawarah Desa yang dipilih dan disepakati dalam Musyawarah Desa.
Paragraf 9
Penutupan Acara Musyawarah Desa
Pasal 44
(1)    Pimpinan  Musyawarah  Desa  menutup  rangkaian  acara  Musyawarah
Desa.
(2) Penutupan acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pimpinan sidang dengan terlebih dahulu dilakukan penyampaian catatan
sementara dan laporan singkat hasil Musyawarah Desa.
(3)    Sekretaris  Musyawarah  Desa  menyampaikan  catatan  sementara  dan
laporan singkat hasil Musyawarah Desa.
(4)    Apabila seluruh peserta atau sebagian besar peserta yang hadir dalam
Musyawarah Desa menyepakati catatan sementara dan laporan singkat
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3),     catatan  sementara  diubah menjadi catatan tetap dan laporan singkat ditetapkan sebagai hasil Musyawarah Desa.
(5) Catatan tetap dan laporan singkat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditandatangani oleh pimpinan Musyawarah Desa, sekretaris Musyawarah Desa, Kepala Desa, dan salah seorang wakil peserta Musyawarah Desa.
(6)    Apabila   sudah   tercapai   keputusan   Musyawarah   Desa,   pimpinan
Musyawarah Desa menutup secara resmi acara Musyawarah Desa. 
BAB III
MEKANISME PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 45
(1) Pengambilan   keputusan   dalam   Musyawarah   Desa   pada   dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)   tidak   terpenuhi,   keputusan   diambil   berdasarkan   suara terbanyak.
Bagian Kedua
Keputusan Berdasarkan Mufakat
Pasal 46
(1) Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat dilakukan setelah kepada peserta yang   hadir   diberikan   kesempatan   untuk   mengemukakan pendapat serta saran, yang kemudian dipandang cukup untuk diterima oleh Musyawarah Desa sebagai sumbangan pendapat dan pemikiran bagi perumusan kesepakatan  terkait  hal  bersifat  strategis  yang  sedang dimusyawarahkan.
(2)    Untuk dapat mengambil keputusan, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pimpinan Musyawarah Desa berhak untuk menyiapkan rancangan keputusan yang mencerminkan pendapat dalam Musyawarah Desa.
Pasal 47
(1) Keputusan  berdasarkan  mufakat  adalah  sah  apabila  diambil  dalam Musyawarah Desa yang dihadiri oleh peserta sejumlah 2/3 dari jumlah undangan yang telah ditetapkan sebagai peserta Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dan atau disetujui oleh semua peserta yang hadir.
(2)    Keputusan berdasarkan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah  sah  apabila  ditetapkan  penyelenggaraan  Musyawarah  Desa
setelah dilakukan penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, dan disetujui oleh semua peserta yang hadir.
Bagian Ketiga
Keputusan Berdasarkan Suara Terbanyak
Pasal 48
Keputusan berdasarkan suara terbanyak diambil apabila keputusan berdasarkan   mufakat   sudah   tidak   terpenuhi  karena  adanya  pendirian sebagian  peserta  Musyawarah  Desa  yang  tidak  dapat  dipertemukan  lagi dengan pendirian peserta Musyawarah Desa yang lain.
Pasal 49
(1) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak dapat dilakukan secara terbuka atau secara rahasia.
(2) Pengambilan  keputusan  berdasarkan  suara  terbanyak  secara  terbuka dilakukan apabila menyangkut kebijakan. 
(3) Pengambilan  keputusan  berdasarkan  suara  terbanyak  secara  rahasia dilakukan apabila menyangkut orang atau masalah lain yang ditentukan dalam Musyawarah Desa.
Pasal 50
(1) Keputusan  berdasarkan  suara  terbanyak  adalah  sah  apabila  diambil dalam Musyawarah Desa dihadiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dan disetujui oleh separuh ditambah 1 (satu) orang dari jumlah peserta yang hadir.
(2) Dalam hal sifat masalah yang dihadapi tidak tercapai dengan 1 (satu) kali pemungutan suara, mengusahakan agar diperoleh jalan keluar yang disepakati atau melaksanakan pemungutan suara secara berjenjang.
(3)    Pemungutan suara secara berjenjang, sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), dilakukan untuk memperoleh 2 (dua) pilihan berdasarkan peringkat
jumlah perolehan suara terbanyak.
(4)    Dalam hal telah diperoleh 2 (dua) pilihan, sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), pemungutan suara selanjutnya dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 51
(1) Pemberian suara secara terbuka untuk menyatakan setuju, menolak, atau tidak   menyatakan   pilihan   (abstain)   dilakukan   oleh   peserta Musyawarah Desa yang hadir dengan cara lisan, mengangkat tangan, berdiri, tertulis, atau dengan cara lain yang disepakati oleh peserta Musyawarah Desa.
(2)    Penghitungan suara dilakukan dengan menghitung secara langsung tiap-
tiap peserta Musyawarah Desa.
(3)    Peserta Musyawarah Desa yang meninggalkan acara dianggap telah hadir
dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan.
(4) Dalam   hal   hasil   pemungutan   suara   tidak   memenuhi   ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2), dilakukan pemungutan
suara ulangan yang pelaksanaannya ditangguhkan sampai Musyawarah Desa berikutnya dengan tenggang waktu tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam.
(5) Dalam  hal  hasil  pemungutan  suara  ulangan  sebagaimana  dimaksud pada ayat (4) ternyata tidak juga memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal  50 ayat (3), pemungutan suara menjadi batal.
Pasal 52
(1) Pemberian  suara  secara  rahasia  dilakukan  dengan  tertulis,  tanpa mencantumkan nama, tanda tangan pemberi suara, atau tanda lain yang dapat menghilangkan sifat kerahasiaan.
(2)    Pemberian suara secara rahasia dapat juga dilakukan dengan cara lain
yang tetap menjamin sifat kerahasiaan.
(3) Dalam   hal   hasil   pemungutan   suara   tidak   memenuhi   ketentuan sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  50  ayat  (2),  pemungutan  suara
diulang sekali lagi dalam musyawarah saat itu juga.
(4)    Dalam hal hasil pemungutan suara ulang, sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), tidak juga memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3), pemungutan suara secara rahasia, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi batal. 
Pasal 53
Setiap keputusan Musyawarah Desa, baik berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak bersifat mengikat bagi semua pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan.
Bagian Ketiga
Tata Cara Penetapan Keputusan
Pasal 54
(1)    Hasil keputusan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada Pasal
53  dituangkan  dalam  Berita  Acara  yang    ditandatangani  oleh  Ketua Badan   Permusyawaratan   Desa,   Kepala   Desa   dan   salah   seorang perwakilan peserta Musyawarah Desa.
(2) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri catatan tetap dan laporan singkat sebagaimana dimaksud pada Pasal 44 ayat (4).
(3) Apabila  Ketua  Badan  Permusyawaratan  Desa  berhalangan  sebagai pimpinan Musyawarah Desa Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pimpinan Musyawarah Desa.
(4) Apabila Kepala Desa berhalangan hadir dalam Musyawarah Desa, Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh yang mewakili Kepala Desa yang ditunjuk secara tertulis oleh Kepala Desa.
Bagian Keempat
Tindak Lanjut Keputusan Musyawarah Desa
Pasal 55
(1) Hasil  Musyawarah  Desa  dalam  bentuk  kesepakatan  yang  dituangkan dalam keputusan   hasil   musyawarah   dijadikan   dasar   oleh   Badan Permusyawaratan Desa   dan   Pemerintah   Desa   dalam   menetapkan kebijakan Pemerintahan Desa.
(2) Penetapan kebijakan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Peraturan Desa yang disusun oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa.
(3) Badan Permusyawaratan Desa bersama Kepala Desa dalam menyusun Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memastikan keputusan hasil Musyawarah Desa menjadi dasar dalam penyusunan Peraturan Desa.
(4)    Badan  Permusyawaratan  Desa  harus  menampung  dan  menyalurkan
aspirasi masyarakat desa dalam rangka memastikan keputusan hasil
Musyawarah Desa menjadi dasar dalam penyusunan Peraturan Desa.
Paragraf 2
Penyelesaian Perselisihan
Pasal 56
(1) Setiap perselisihan yang timbul dalam Musyawarah Desa diselesaikan secara musyawarah serta dilandasi semangat kekeluargaan.
(2) Apabila  terjadi  perselisihan  di  desa  sebagai  dampak  dari  adanya ketidaksepakatan antarpeserta    Musyawarah    Desa    sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1),  penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh camat atau sebutan lain. 
(3) Penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan.
BAB IV
HAL-HAL YANG BERSIFAT STRATEGIS
Bagian Kesatu Penataan Desa Paragraf 1
Umum
Pasal 57
(1) Musyawarah Desa dalam rangka penataan Desa diselenggarakan untuk kegiatan yang meliputi :
a. dukungan   kepada   pemerintah   daerah   kabupaten/kota   dalam memprakarsai pembentukan Desa;
b. perubahan status Desa menjadi kelurahan; dan c.  perubahan status Desa adat menjadi Desa;
(2)    Pembentukan  Desa  oleh  pemerintah  daerah  kabupaten/kota  dapat
berupa:
a. pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau lebih; atau
b. penggabungan  bagian  Desa  dari  Desa  yang  bersanding  menjadi  1
(satu) Desa atau penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru.
Paragraf 2
Pemekaran Desa
Pasal 58
(1) Pemerintah  Desa  induk  beserta  masyarakatnya  berhak  memperoleh informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melakukan pembentukan Desa melalui pemekaran Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 pada ayat (2).
(2)    Rencana pemekaran Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas
oleh  Badan  Permusyawaratan  Desa  induk  dalam  Musyawarah  Desa untuk mendapatkan kesepakatan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan.
(3) Hasil kesepakatan dalam Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi bupati/walikota
dalam melakukan pemekaran Desa.
(4)    Hasil kesepakatan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) disampaikan secara tertulis kepada bupati/walikota.
Paragraf 3
Penggabungan Desa
Pasal 59
(1) Penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa atau penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf b dilakukan berdasarkan kesepakatan Desa-desa yang bersangkutan.
(2) Kesepakatan  Desa  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dihasilkan melalui mekanisme: 
a. Badan Permusyawaratan Desa yang bersangkutan menyelenggarakan
Musyawarah Desa;
b. Masyarakat  dari  Desa  bersangkutan  berhak  memperoleh  informasi tentang  rencana  penggabungan  Desa  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1) sebelum mengikuti Musyawarah Desa.
c.  hasil Musyawarah Desa dari setiap Desa menjadi bahan kesepakatan penggabungan Desa;
d. hasil  kesepakatan  Musyawarah  Desa  ditetapkan  dalam  keputusan bersama Badan Permusyawaratan Desa;
e.  keputusan  bersama  Badan  Permusyawaratan  Desa  ditandatangani
oleh para kepala Desa yang bersangkutan; dan
f.  para kepala Desa secara bersama-sama mengusulkan penggabungan
Desa kepada bupati/walikota dalam 1 (satu) usulan tertulis dengan melampirkan kesepakatan bersama dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4
Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan
Pasal 60
(1)    Status Desa dapat diubah menjadi kelurahan.
(2)    Perubahan  status  Desa  menjadi  kelurahan  dilakukan  berdasarkan
prakarsa  Pemerintah  Desa  bersama  Badan  Permusyawaratan  Desa dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat Desa setempat.
(3) Prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati dalam Musyawarah Desa dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)    Kesepakatan hasil Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dituangkan ke dalam bentuk keputusan hasil Musyawarah Desa.
(5)    Keputusan hasil Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan oleh kepala Desa kepada bupati/walikota sebagai usulan perubahan status Desa menjadi kelurahan.
Paragraf 5
Perubahan Status Desa Adat menjadi Desa
Pasal 61
(1) Perubahan  status  Desa  Adat  menjadi  Desa  dilakukan  berdasarkan prakarsa Pemerintah  Desa  bersama  Badan  Permusyawaratan  Desa dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat Desa setempat.
(2) Prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati dalam Musyawarah   Desa   Adat   dengan   memperhatikan   ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3)    Pemerintah Desa beserta masyarakat dari Desa bersangkutan berhak
memperoleh informasi tentang rencana perubahan Desa Adat menjadi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum mengikuti Musyawarah Desa.
(4) Kesepakatan hasil Musyawarah Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam bentuk keputusan.
(5) Keputusan  hasil  musyawarah  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3) disampaikan oleh kepala Desa Adat kepada bupati/walikota sebagai usulan perubahan status Desa Adat menjadi Desa. 
Bagian Kedua
Perencanaan Desa
Paragraf 1
Umum
Pasal 62
(1) Perencanaan  Desa  merupakan  perwujudan  kewenangan  Desa  untuk mengatur dan    mengurus    urusan    masyarakat    dalam    bidang penyelenggaraan pemerintahan Desa, pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa dan pemberdayaan masyakat.
(2) Musyawarah  Desa  dalam  rangka  perencanan  Desa  diselenggarakan untuk kegiatan yang meliputi:
a. penetapan   kewenangan   Desa   berdasarkan   hak   asal   usul   dan
kewenangan lokal berskala Desa;
b. penetapan    Rencana    Pembangunan    Jangka    Menengah    Desa
(RPJMDesa);
c.  penetapan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa);
d. penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa).
(3) Kewenangan  Desa  berdasarkan  hak  asal  usul  dan  kewenangan  lokal berskala Desa menjadi dasar bagi Desa untuk mengatur dan mengurus pembangunan dan  anggaran  Desa  melalui  penyusunan  RPJMDesa, RKPDesa dan APBDesa.
(4)    RPJMDesa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun dan ditetapkan dengan
Peraturan Desa.
(5) Rencana  Pembangunan  Tahunan  Desa  atau  yang  disebut  RKP  Desa, merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu)
tahun.
(6) RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa untuk dibahas dan disepakati bersama dengan Badan Permusyawaratan Desa, selanjutnya ditetapkan
dengan Peraturan Desa.
(7)    Penyusunan  rancangan  APBDesa  berpedoman  pada  RKP  Desa  dalam
rangka mewujudkan tercapainya tujuan bersama.
(8) Rancangan APBDesa disusun oleh Pemerintah Desa untuk dibahas dan disepakati bersama   dengan   Badan   Permusyawaratan   Desa   yang
selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan Desa.
(9)    Rencana kerja Pemerintah Desa menjadi satu kesatuan dengan APBDesa
untuk selanjutnya sebagai acuan kerja bagi Pemerintah Desa yang dijabarkan  lebih  lanjut  dengan  peraturan  kepala  Desa,  peraturan bersama kepala Desa dan keputusan Kepala Desa.
Paragraf 2
Penetapan Kewenangan Desa
Pasal 63
(1)  Pemerintah   Daerah   Kabupaten/Kota   melakukan   identifikasi   dan inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa dengan melibatkan Desa.
(2)     Identifikasi  kewenangan  Desa  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dilakukan melalui Musyawarah Desa.
(3)  Bupati/walikota menetapkan peraturan bupati/walikota tentang daftar kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala
Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
(4)  Pemerintah  Desa  menetapkan  peraturan  Desa  tentang  kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal.
(5)     Penetapan   peraturan   desa   sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (4)
berdasarkan hasil pembahasan dan kesepakatan Musyawarah Desa yang diselenggarakan dalam rangka perencanaan Desa.
Paragraf 3
Penetapan RPJMDesa
Pasal 64
(1) Dalam rangka penyusunan RPJMDesa, Pemerintah Desa menyampaikan kepada Badan Permusyawaratan Desa perihal laporan hasil pengkajian keadaan Desa.
(2) Badan Permusyawaratan Desa menyebarluaskan informasi tentang hasil pengkajian keadaan desa kepada masyarakat Desa.
(3) Masyarakat  desa  dapat  berpartisipasi  dalam  penyusunan  RPJMDesa dengan menyalurkan aspirasi kepada Badan Permusyawaratan Desa.
(4)    Dalam  rangka  menampung  dan  menyalurkan  aspirasi  masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Badan Permusyawaratan Desa menyelengarakan Musyawarah Desa untuk perencanaan desa.
(5)    Dalam    rangka    penyelenggaraan    Musyawarah   Desa    sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Badan Permusyawaratan Desa harus mengundang masyarakat dusun dan/atau kelompok masyarakat yang mengajukan usulan rencana kegiatan pembangunan Desa.
Pasal 65
(1)   Musyawarah Desa membahas dan menyepakati:
a.  laporan hasil pengkajian keadaan Desa;
b. rumusan arah kebijakan pembangunan Desa yang dijabarkan dari visi dan misi kepala Desa; dan
c. rencana  prioritas  kegiatan  penyelenggaraan  pemerintahan  Desa, pembangunan Desa,    pembinaan    kemasyarakatan    Desa,    dan pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Pembahasan rencana prioritas kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf  b,  dilakukan  dengan  diskusi  kelompok secara  terarah yang dibagi berdasarkan   bidang   penyelenggaraan   pemerintahan   Desa, pembangunan Desa,     pembinaan     kemasyarakatan     Desa,     dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Pasal 66
(1) Kesepakatan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dalam menyusun rancangan RPJMDesa.
(2) Pemerintah     Desa     menyelenggarakan     musyawarah     perencanaan pembangunan desa   dalam   rangka   membahas   dan   menyepakati
rancangan RPJMDesa.
(3)   Hasil   kesepakatan   musyawarah   perencanaan   pembangunan   desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar bagi kepala Desa dan Badan   Permusyawaratan   Desa   untuk   menetapkan  peraturan  Desa tentang RPJMDesa. 
(4) Badan   Permusyawaratan   Desa   harus   mengawasi   dan   memastikan penetapan RPJMDesa berdasarkan pada hasil kesepakatan Musyawarah Desa.
Paragraf 4
Penetapan RKP Desa
Pasal 67
(1) Badan  Permusyawaratan  Desa  menyelenggarakan  Musyawarah  Desa yang diselenggarakan dalam rangka menjabarkan RPJMDesa menjadi RKP Desa.
(2) Dalam   rangka   penyelenggaraan   Musyawarah   Desa   sebagaimana dimaksud pada   ayat   (1),   Badan   Permusyawaratan   Desa   harus mengundang masyarakat dusun dan/atau kelompok masyarakat yang mengajukan usulan rencana kegiatan pembangunan Desa.
(3)     Badan Permusyawaratan Desa menyebarluaskan informasi tentang hasil
penjabaran   pembangunan   jangka    menengah   desa   sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 68
(1)     Hasil kesepakatan Musyawarah Desa menjadi pedoman bagi Pemerintah
Desa dalam menyusun rancangan RKPDesa.
(2)     Pemerintah    Desa    menyelenggarakan    musyawarah    perencanaan
pembangunan   desa   dalam   rangka   membahas   dan   menyepakati rancangan RKPDesa.
(3)     Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar
bagi kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk menetapkan peraturan Desa tentang RKPDesa.
(4)     Badan  Permusyawaratan  Desa  harus  mengawasi  dan  memastikan
penetapan RKPDesa berdasarkan pada hasil kesepakatan Musyawarah
Desa.
Paragraf 5
Penetapan APBDesa
Pasal 69
(1) Badan  Permusyawaratan  Desa  menyelenggarakan  Musyawarah  Desa yang diselenggarakan dalam rangka penyusunan rancangan APBDesa berdasarkan RKP Desa.
(2) Dalam   rangka   penyelenggaraan   Musyawarah   Desa   sebagaimana dimaksud pada   ayat   (1),   Badan   Permusyawaratan   Desa   harus
mengundang masyarakat dusun dan/atau kelompok masyarakat yang mengajukan usulan rencana kegiatan pembangunan Desa.
(3) Badan Permusyawaratan Desa menyebarluaskan informasi tentang hasil kesepakatan musyawrah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 70
(1)     Musyawarah  Desa  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  69  ayat  (1)
membahas rancangan APBDesa yang disusun oleh Pemerintah Desa.
(2)     Rancangan   APBDesa   yang   disepakati   dalam   Musyawarah   Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi Kepala Desa 
dan Badan Permusyawaratan Desa untuk menetapkan Peraturan Desa tentang APBDesa.
(3) Badan  Permusyawaratan  Desa  harus  mengawasi  dan  memastikan penetapan RKPDesa berdasarkan pada hasil kesepakatan Musyawarah Desa.
Bagian Ketiga
Kerja Sama Desa
Paragraf 1
Umum
Pasal 71
(1) Desa dapat mengadakan kerja sama dengan Desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga.
(2)     Pelaksanaan kerja sama antar-Desa diatur dengan peraturan bersama
kepala Desa.
(3) Pelaksanaan  kerja  sama  Desa  dengan  pihak  ketiga  diatur  dengan perjanjian bersama.
Paragraf 2
Kerja Sama Antar-Desa
Pasal 72
(1) Peraturan bersama kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan   peraturan   desa   yang   ditetapkan   dengan berpedoman kepada keputusan Musyawarah Desa.
(2) Musyawarah  Desa  yang  diselenggarakan  dalam  rangka  kerja  sama antar-Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membahas :
a. Ruang lingkup dan bidang kerja sama Desa;
b. Tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama Desa;
c.  Delegasi desa dalam badan kerja sama antar-Desa;
d. Jangka waktu;
e.  Hal dan kewajiban;
f.  Pembiayaan;
g. Tata cara perubahan, penundaan dan pembatalan;
h. Penyelesaian perselisihan;
i.  Lain-lain yang diperlukan.
Pasal 73
(1) Ruang   lingkup   dan   bidang   kerja   sama   antar-Desa   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf a. meliputi:
a. pengembangan  usaha  bersama  yang  dimiliki  oleh  Desa  untuk
mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing seperti:
1. pembentukan BUM Desa;
2. pendayagunaan sumber sumber daya alam dan lingkungan;
3. pengembangan pasar antar-Desa;
4. pengembangan sarana prasarana ekonomi antar-Desa;
5. pengembangan komoditas unggulan Desa.
b. kegiatan     kemasyarakatan,     pelayanan,     pembangunan,     dan pemberdayaan masyarakat antar-Desa seperti: 
1. pengembangan kapasitas Pemerintah Desa, BPD, kelembagaan kemasyarakatan Desa, lembaga adat, BUMDesa, dan unsur masyarakat desa lainnya;
2. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
3. peningkatan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan pembangunan antar-Desa;
4. pengembangan seni dan budaya;
5. peningkatan mutu layanan kebutuhan dasar kepada masyarakat antar-Desa.
c.  bidang keamanan dan ketertiban seperti:
1. peningkatan keamanan dan ketertiban masyarakat antar-Desa;
2. pencegahan dan penyelesaian masalah sosial;
3. pencegahan dan penyelesaian konflik antar-Desa;
4. pengembangan sistem perlindungan buruh migran.
(2) Selain ruang lingkup dan bidang kerja sama antar-Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Musyawarah Desa dapat menentukan ruang lingkup dan bidang kerja sama lain sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat.
Pasal 74
(1) Delegasi desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf c. dipimpin oleh kepala desa dan beranggotakan :
a. Perangkat Desa;
b. Anggota BPD;
c.  Lembaga kemasyarakatan Desa;
d. Lembaga Desa lainnya; dan
e.  Tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender.
(2) Keputusan   Musyawarah   Desa   perihal   delegasi  Desa   sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  menjadi  lampiran  dari  berita  acara  hasil
musyarawarah Desa dan untuk selanjutnya ditetapkan dengan surat keputusan Kepala Desa.
Pasal 75
(1) Delegasi Desa dalam badan kerja sama antar-Desa berkewajiban untuk menginformasikan secara terbuka perkembangan tindak lanjut hasil Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) di dalam penyusunan dan penetapan peraturan bersama Kepala Desa.
(2)     Masyarakat   berhak   menyalurkan   aspirasi   kepada   delegasi   Desa
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dalam  rangka  menjamin  kerja sama antar-Desa sejalan dengan keputusan Musyawarah Desa.
Paragraf 3
Kerja Sama Desa dengan Pihak Ketiga
Pasal 76
(1) Desa dapat menjalin kerja sama dengan pihak ketiga yang dilakukan untuk tujuan mempercepat dan meningkatkan:
a. penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. pelaksanaan pembangunan Desa;
c.  pembinaan kemasyarakatan Desa; dan
d. pemberdayaan masyarakat Desa. 
(2) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi antara lain: lembaga swadaya     masyarakat,     perguruan     tinggi,     organisasi kemasyarakatan, atau perusahaan.
(3)     Kerja sama dengan desa dengan pihak ketiga yang bersifat strategis dan
beresiko  terhadap  aset  Desa  serta  menambah  kekayaan/aset  desa dibahas dan disepakati dalam Musyawarah Desa.
(4)     Hasil/kesepakatan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan Peraturan Desa untuk selanjutnya menjadi dasar dalam penyusunan kesepakatan kerja sama secara tertulis antara Desa dengan pihak ketiga.
(5) Kerja sama Desa dengan pihak ketiga yang bersifat sosial, tidak beresiko terhadap aset Desa dan tidak menambah aset desa dibahas bersama oleh Kepala Desa dan BPD.
(6) Hasil/kesepakatan Kepala Desa dan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan berita acara untuk selanjutnya menjadi dasar
dalam penyusunan kesepakatan kerja sama secara tertulis antara Desa dengan pihak ketiga.
Pasal 77
(1) Musyawarah Desa yang diselenggarakan dalam rangka kerja sama Desa dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) membicarakan pokok-pokok bahasan yang meliputi:
a. Ruang lingkup dan bidang kerja sama Desa dengan pihak ketiga;
b. Tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga;
c.  Delegasi Desa dalam pembahasan kerja sama Desa dengan pihak
ketiga;
d. Jangka waktu;
e.  Hal dan kewajiban;
f.  Pembiayaan;
g. Tata cara perubahan, penundaan dan pembatalan;
h. Penyelesaian perselisihan;
i.  Lain-lain yang diperlukan.
(2) Peserta  Musyawarah  Desa  berhak  mendapatkan  informasi  tentang pokok-pokok  bahasan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  paling lambat 1   (satu)   minggu   sebelum   diselenggarakannya   kegiatan Musyawarah Desa.
Pasal 78
(1) Ruang  lingkup  dan  bidang  kerja  sama  Desa  dengan  pihak  ketiga sebagaimana dimaksud pada dalam Pasal 77 ayat (1) huruf a. meliputi
a. meningkatkan pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar;
b. mengadakan sarana prasarana  Desa;
c.  melestarikan sumber daya alam dan lingkungan Desa;
d. meningkatkan      kapasitas      Desa      dalam      menyelenggarakan
Pemerintahan Desa;
e.  meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan Desa;
f. meningkatkan   transparansi   dan   akuntabilitas   penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Desa;
g. meningkatkan partisipasi masyarakat;
h. menguatkan peran dan fungsi lembaga kemasyarakatan. 
(2) Selain ruang lingkup dan bidang kerja sama desa dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud   pada   ayat   (1),   Musyawarah   Desa   dapat menentukan ruang lingkup dan bidang kerja sama lain yang bersifat strategis sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat.
Pasal 79
(1) Delegasi desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf c. dipimpin oleh kepala desa dan beranggotakan :
a. Perangkat Desa;
b. Anggota BPD;
c.  Lembaga kemasyarakatan desa;
d. Lembaga Desa lainnya; dan
e.  Tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender.
(2) Keputusan   Musyawarah   Desa   perihal   delegasi  Desa   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi lampiran dari berita acara hasil musyarawarah Desa dan untuk selanjutnya ditetapkan dengan surat keputusan Kepala Desa.
Pasal 80
(1) Delegasi Desa dalam pembahasan kerja sama antara Desa dengan pihak ketiga berkewajiban    untuk    menginformasikan    secara    terbuka perkembangan tindak  lanjut  hasil  Musyawarah  Desa  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) di dalam penyusunan dan penetapan kesepakatan kerja sama antara Desa dengan pihak ketiga.
(2) Masyarakat Desa berhak menyalurkan aspirasi kepada delegasi Desa sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dalam  rangka  menjamin  kerja sama desa dengan pihak ketiga sejalan dengan keputusan Musyawarah Desa.
Bagian Keempat
Rencana Investasi Masuk Desa
Pasal 81
(1) Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan   kebutuhan   dasar,   pembangunan   sarana   dan prasarana Desa,    pengembangan    potensi    ekonomi    lokal,    serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
(2)     Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan  guna  mewujudkan  pengarusutamaan  perdamaian dan keadilan sosial.
(3) Pelaksanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam Desa.
(4)     Pengelolaan sumberdaya alam desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)  dilakukan  untuk  meningkatkan  kesejahteraan  dan  taraf  hidup
masyarakat Desa serta meningkatkan pendapatan Desa.
Pasal 82
(1)     Pengelolaan sumberdaya desa dapat dilakukan dengan cara kerja sama
Desa dengan pihak ketiga melalui kegiatan investasi masuk Desa. 
(2) Rencana investasi masuk desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat strategis harus dibahas dan disepakati dalam Musyawarah Desa.
(3)     Rencana investasi yang bersifat strategis meliputi :
a. berdampak pada berkurangnya aset Desa, hilangnya aset Desa, atau bertambahnya kekayaan/aset Desa,
b. berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa, atau
pada peningkatan kemiskinan masyarakat di Desa.
(4) Rencana investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibahas dan disepakati dalam Musyawarah Desa.
Pasal 83
(1) Musyawarah  Desa  yang  diselenggarakan  dalam  rangka  perencanaan investasi masuk desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) membicarakan pokok-pokok bahasan yang meliputi:
a. jenis investasi;
b. ruang lingkup dan jenis usaha di desa yang dibiayai dengan dana investasi masuk Desa;
c.  dampak   positif   dan   negatif   terhadap   keberadaan   aset   Desa, pendapatan asli Desa dan tingkat kesejahteraan masyarakat Desa;
d. delegasi Desa dalam pembahasan teknis rencana investasi dengan
pihak swasta/investor e.  jangka waktu investasi;
f.  besaran jumlah investasi;
g. hak dan kewajiban Desa;
h. hak dan kewajiban pihak ketiga;
i. tata  cara  perubahan,  penundaan  dan  pembatalan  kerja  sama investasi;
j.  penyelesaian perselisihan; dan
k. Lain-lain yang diperlukan.
(2)     Peserta  Musyawarah  Desa  berhak  mendapatkan  informasi  tentang
pokok-pokok  bahasan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  paling lambat 1 (satu) minggu sebelum diselenggarakannya kegiatan Musyawarah Desa.
Pasal 84
(1) Ruang  lingkup  kegiatan  usaha  ekonomi  yang  dapat  dibiayai  dengan dana investasi masuk Desa meliputi usaha yang dikelola oleh BUMDesa, dan/atau usaha perseorangan atau usaha kelompok masyarakat yang menimbulkan dampak positif atau negatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (3).
(2) Jenis usaha ekonomi yang dibiayai oleh dana investasi meliputi antara lain :  hutan,  kebun,  ternak,  perikanan,  agroindustri  kerakyatan  dan usaha-usaha ekonomi lainnya sesuai dengan kondisi obyektif Desa dan masyarakat Desa.
(3)     Pola  kerja  sama  Desa  dengan  pihak  ketiga  dalam  rangka  investasi
masuk Desa adalah shareholding yang melibatkan desa dan warga Desa sebagai pemegang saham.
Pasal 85
(1) Delegasi Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) huruf d. dipimpin oleh Kepala Desa dan beranggotakan:
a. perangkat Desa;
b. anggota BPD;
c.  kelompok usaha ekonomi terkait; 
d. BUMDesa; dan
e.  tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender.
(2) Keputusan   Musyawarah   Desa   perihal   delegasi  Desa   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi lampiran dari berita acara hasil musyarawarah Desa dan untuk selanjutnya ditetapkan dengan surat keputusan Kepala Desa.
Pasal 86
(1) Delegasi Desa dalam pembahasan rencana investasi masuk Desa antara Desa dengan pihak ketiga berkewajiban untuk menginformasikan secara terbuka perkembangan    tindak    lanjut    hasil    Musyawarah    Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) di dalam penyusunan dan penetapan kesepakatan kerja sama investasi antara Desa dengan pihak ketiga.
(2)     Masyarakat Desa berhak menyalurkan aspirasi kepada delegasi Desa
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dalam  rangka  menjamin  kerja sama Desa dengan pihak ketiga sejalan dengan keputusan Musyawarah Desa.
Pasal 87
(1) Rencana  investasi  masuk  Desa  dilakukan  dengan  cara  membangun kerja sama desa dengan pihak ketiga untuk mengembangkan BUMDesa.
(2)     Pengembangan   BUMDesa   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)
dilakukan dengan:
a. memberikan hibah dan/atau akses permodalan;
b. melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan
c.  memprioritaskan BUMDesa dalam pengelolaan sumber daya alam di
Desa.
Bagian Kelima
Pembentukan BUMDesa
Pasal 88
(1) Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa.
(2)     Pendirian BUMDesa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati
melalui Musyawarah Desa.
(3) Hasil kesepakatan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi     pedoman     bagi     Pemerintah     Desa     dan     Badan Permusyawaratan Desa untuk menetapkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUMDesa.
Pasal 89
(1) Pokok bahasan yang dibicarakan dalam Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2) meliputi :
a.  organisasi pengelola BUMDesa;
b.  modal usaha BUMDesa; dan
c.  Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUMDesa.
(2) Selain   pokok   bahasan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1), Musyawarah Desa  dapat  menentukan  pokok  bahasan  lain  perihal pendirian BUM Desa sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat. 
Bagian Keenam
Penambahan dan Pelepasan Aset Desa
Pasal 90
(1) Prakarsa,  gerakan,  dan  partisipasi  masyarakat  Desa  dalam  rangka pendayagunaan Aset Desa ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan bersama, meningkatkan    taraf    hidup    masyarakat    Desa    serta meningkatkan pendapatan Desa.
(2)     Aset Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa tanah kas
Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan  Desa,  pelelangan  ikan,  pelelangan  hasil  pertanian,  hutan milik Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik Desa.
(3)     Penambahan dan pelepasan aset desa dilaksanakan berdasarkan hasil
kesepakatan masyarakat dalam Musyawarah Desa.
Pasal 91
(1) Masyarakat  desa  berhak  mendapatkan  informasi  mengenai  rencana pelepasan atau penambahan aset Desa.
(2)     Masyarakat desa berhak menyalurkan aspirasi perihal pelepasan atau
penambahan aset Desa.
(3) Musyawarah Desa diselenggarakan untuk membahas dan menyepakati pelepasan atau penambahan aset Desa; dan
(4) Musyawarah   Desa   dalam   rangka   pembahasan   pelepasan   atau penambahan aset Desa dilaksanakan dengan persiapan terlebih dahulu langkah-langlah penanganan perselisihan sosial.
Bagian Ketujuh
Tata Cara Musyawarah Desa dalam rangka Kejadian Luar Biasa
Pasal 92
(1) Musyawarah   Desa   diselenggarakan   untuk   merumuskan   kebijakan sebagai tindak lanjut adanya kejadian luar biasa.
(2)     Kejadian luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a.  terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis
ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
b.  terdapat    perubahan    mendasar    atas    kebijakan    Pemerintah, pemerintah daerah    provinsi,    dan/atau    pemerintah    daerah
kabupaten/kota.
(3) Kejadian luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati dalam Musyawarah Desa dan selanjutnya ditetapkan dengan
peraturan Desa. 
BAB VI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 93
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Januari 2015
MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
 
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Januari 2015
 
MARWAN JAFAR
Salinan sesuai aslinya
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal 
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd. YASONNA H. LAOLY
 
Kepala Biro Hukum dan Humas,
Fajar Tri Suprapto 
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 159
        
Senin, 16 Oktober 2017
          
        
        
      
Peraturan TataTertib tentang Musyawarah Desa
Diposting oleh
Basrisinangun
di
Oktober 16, 2017
Tags : 
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
S1288poker Agen Poker Terpercaya No 1 di Indonesia.
BalasHapusAyo rasakan bermain Poker Online Uang Asli, dengan kualitas server terbaik di Indonesia, serta tampilan terbaru.
S1288poker, Agen Poker yang akan memberikan jaminan keamanan dalam bermain Poker Online tanpa robot.
Kami akan dengan senantiasa selalu memberikan pelayanan terbaik selama 24 jam setiap harinya. (PIN BBM : 7AC8D76B)
S1288poker Agen Poker Terpercaya No 1 di Indonesia.
BalasHapusAyo rasakan bermain Poker Online Uang Asli, dengan kualitas server terbaik di Indonesia, serta tampilan terbaru.
S1288poker, Agen Poker yang akan memberikan jaminan keamanan dalam bermain Poker Online tanpa robot.
Kami akan dengan senantiasa selalu memberikan pelayanan terbaik selama 24 jam setiap harinya. (PIN BBM : 7AC8D76B)
https://sinauolahraga.blogspot.com/2012/10/teknik-dasar-berenang-gaya-dada.html?showComment=1545404939961#c4225602564678569525
BalasHapus
BalasHapusBagi anda yang hobby bermain judi online seperti :
Bandar Ceme, Ceme Keliling, Capsa Susun, Domino, Bandar Poker dan omaha poker
Mari segera bergabung bersama kami di s1288poker
Kami agen penyediaan jasa judi online terbaik dan terpercaya.
(WA : 081910053031)